Jakarta –Pengesahan Undang-Undang Nomor 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD) juga menyangkut penguatan local taxing power yaitu pajak daerah dan retribusi daerah.
“Tentu kita juga berharap dari sisi belanja tadi harmonis dan sinkron dengan pusat, sisi penerimaan juga sama. Kita berharap ada harmonisasi dengan perpajakan pusat dan daerah,” ungkap Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam Sosialisasi UU HKPD di Pekanbaru Riau, Jumat (25/03)..
Pengaturan pajak daerah dilakukan melalui sinergi pemungutan provinsi dengan kabupaten/kota melalui opsen, pajak barang dan jasa tertentu yang diintegrasikan yaitu barang/jasa yang berhubungan dengan masyarakat, dan green policy mendukung program climate change dengan fasilitasi pajak yang lebih rendah untuk kendaraan berbasis listrik.
Selain itu juga terdapat program dukungan pada Usaha Mikro dan Ultra Mikro juga perubahan kebijakan jenis, objek DPP dan tarif pajak.
Sedangkan pada retribusi daerah, rasionalisasi retribusi dilakukan dalam rangka efisiensi pelayanan publik di daerah, mendukung iklim investasi dan kemudahan berusaha, namun dengan tetap menjaga penerimaan PAD daerah.
“Untuk retribusi, kami di dalam UU HKPD ini juga mencoba untuk merapikan sehingga masyarakat memiliki kepastian terutama dunia usaha dan terutama masyarakat usaha kecil dan menengah,” jelas Menkeu.
Adanya pengesahan UU HKPD memungkinkan bagi daerah yang mempunyai kapasitas fiskal tinggi dengan pemenuhan kualitas layanan publiknya relatif baik, untuk memiliki Dana Abadi Daerah.
Pengalokasian Dana Abadi Daerah dapat menjadi opsi bagi kebermanfaatan lintas generasi dengan manfaat yang lebih luas.
“Jadi kalau seperti (Provinsi) Riau memiliki pas dapat windfall dari penerimaan minyak nanti tinggi, Dana Bagi Hasilnya melonjak, itu nggak selalu harus habis dibelanjakan. Bisa diletakkan dalam wadah yang disebut dana abadi,” ungkap