Pemerintah telah menambah tarif progresif PPh Pribadi dari sebelumnya tertinggi 30%, menjadi paling tinggi 35% dalam UU HPP. Bukan hanya itu, bracket atau layer Pajak Penghasilan Orang Pribadi juga mengalami perubahan.
Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) disusun untuk mengatur kembali berbagai jenis peraturan perundang-undangan perpajakan dalam satu paket yang namanya UU HPP ini, salah satunya mengatur kembali soal perubahan tarif PPh Pribadi atau tarif PPh 21 ini.
Tentu saja, dengan adanya perubahan tarif PPh Pribadi atau tarif PPh 21 dan layer PPh Orang Pribadi, maka pasti akan mengubah jumlah pajak penghasilan pribadi.
Pajak Penghasilan Pribadi yang kaitannya dengan tarif PPh Pribadi dalam RUU HPP, pembahasan akan lebih ditekankan PPh Pasal 21 Karyawan.
PPh 21 Karyawan dipungut oleh Wajib Pajak Badan atau Perusahaan. WP Badan atau Perusahaan memotong PPh 21 dari gaji karyawan setiap bulannya.
Kemudian perusahaan wajib membayar atau menyetorkan pemungutan pajak PPh 21 atas gaji karyawan tersebut ke kas negara.
Tarif pajak yang dimuat pada PPh Pasal 21 dibebankan kepada Wajib Pajak yang telah berpenghasilan. Namun, sebelumnya harus mengetahui terlebih dahulu tentang besaran Penghasilan Kena Pajak (PKP) PPh Pasal 21 yang diatur dalam peraturan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Penghasilan Kena Pajak PPh Pribadi Pasal 21 ini nantinya akan dikalikan dengan tarif progresif PPh Orang Pribadi PPh 21 untuk mengetahui besar Pajak Penghasilannya.
Seperti yang sudah disinggung di atas, tarif PPh Pribadi atau PPh 21 bertambah satu lapis dan layer penghasilan yang dikenakan PPh Pribadi juga mengalami perubahan.
1. Penghasilan Kena Pajak (PKP)
Menurut Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No. PER-32/PJ/2015 Penghasilan Kena Pajak adalah pegawai tetap dan penerima pensiun berkala dikenakan PKP sebesar Penghasilan Netto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) terbaru.
Sementara pegawai tidak tetap dikenakan PKP sebesar Penghasilan Bruto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) terbaru.
Sedangkan untuk pegawai yang termuat dalam Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No. PER-32/PJ/2015 Pasal 3 huruf c, dikenakan sebesar 50% atas PKP dari jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP dalam satu bulan.
2. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) merupakan pendapatan yang tidak dikenai Pajak Penghasilan seperti yang termuat dalam PPh Pasal 21.
Menurut DJP, Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dijelaskan sebagai pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan dasar Wajib Pajak beserta keluarga, dalam satu tahun. Maka tidak termasuk dalam PPh Pasal 21.
Seperti diketahui, besar PTKP dapat berubah sewaktu-waktu melalui peraturan pelaksana perundang-undangan perpajakan.
Perubahan besar PTKP terakhir kali pada tahun 2016 yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 101/PMK. 010/2016.
Berdasarkan PMK 101/2016 tersebut, Wajib Pajak tidak akan dikenakan pajak penghasilan apabila penghasilan Wajib Pajak sama dengan atau tidak lebih dari Rp54.000.000 dan tambahan besar PTKP yang disesuaikan dengan status WP.
Dalam RUU HPP, besar PTKP tidak berubah, yakni:
- Rp54.000.000 per tahun / Rp4,5 juta per bulan untuk diri Wajib Pajak Orang Pribadi lajang tanpa tanggungan.
- Tambahan Rp4.500.000 untuk Wajib Pajak yang kawin.
- Rp54.000.000 untuk istri yang memiliki jumlah penghasilan tersebut telah digabung dengan penghasilan suami.
- Tambahan Rp4. 500.000 untuk setiap anggota keluarga kandung serta keluarga dalam garis keturunan serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga.
3. Tarif Pajak Progresif PPh Pribadi Pasal 21
- Berdasarkan Pasal 17 Ayat 1 UU PPh, perhitungan tarif pajak pribadi menggunakan tarif progresif dengan tarif pajak progresif tertinggi 30%.
- Dalam RUU HPP yang di dalamnya merevisi beberapa undang-undang perpajakan salah satunya UU PPh, maka tarif pajak progresif PPh Pribadi atau PPh 21 untuk mengetahui PPh Terutang adalah sebagai berikut:
Lapisan Tarif | Rentang Penghasilan (UU PPh) | Tarif | Rentang Penghasilan (RUU HPP) | Tarif |
I | 0 – Rp50 juta | 5% | 0 – Rp60 juta | 5% |
II | >Rp50-250 juta | 15% | >Rp60 – 250 juta | 15% |
III | >Rp250-500 juta | 25% | >Rp250 – 500 juta | 25% |
IV | >Rp500 juta | 30% | >Rp500 juta – 5 miliar | 30% |
V | – | – | >Rp5 miliar | 35% |
Sedangkan untuk Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP dikenakan tarif sebesar 20% lebih tinggi daripada Wajib Pajak yang telah memiliki NPWP.
Rumus PPh Pribadi & Cara Perhitungan PPh 21
Perhitungan PPh 21 dilakukan dengan mengalikan tarif pajak dengan Dasar Pengenaan Pajak atau jumlah bruto dari penghasilan yang ditetapkan.
Umumnya penghasilan yang diterima atau diperoleh tersebut akan dikurangi dengan unsur pengurang yang juga ditetapkan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Rumus cara menghitung PPh Pribadi atau PPh 21 yang punya NPWP sesuai bracket penghasilan kena pajak dalam RUU HPP sebagai berikut:
PPh 21 = (Tarif PPh Pribadi x Penghasilan Kena Pajak)
Contoh:
Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp90.000.000 dan memiliki NPWP.
Maka perhitungan PPh Pribadi yang harus dipotong bagi wajib pajak yang memiliki NPWP adalah:
5% x Rp60.000.000 | = Rp3.000.000 |
15% x Rp40.000.000 | = Rp6.000.000 (+) |
Jumlah PPh 21 Terutang | = Rp9.000.000 |
Bagi pihak penerima penghasilan yang belum memiliki NPWP, perhitungan dilakukan mengalikan 120% dengan tarif PPh Pribadi dan layer penghasilan kena pajak dalam RUU HPP, yaitu:
PPh 21 yang harus dibayar = (Tarif PPh Pribadi x 120% x Penghasilan Kena Pajak)
Contoh:
Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp90.000.000 tapi tidak punya NPWP.
Maka perhitungan PPh Pribadi yang harus dipotong bagi wajib pajak yang tidak memiliki NPWP adalah:
5% x 120 x Rp60.000.000 | = Rp3.600.000 |
15% x 120 x Rp40.000.000 | = Rp7.200.000 (+) |
Jumlah PPh 21 Terutang | = Rp10.800.000 |
Sumber : klikpajak.id